Mgr. Hieronymus Bumbun: Cinta yang Tidak Pernah Lelah Mencinta

 

Buku Mgr Hieronymus Bumbun, OFM Cap.

Oleh: Masri Sareb Putra

Mgr. Hieronymus Bumbun, OFM Cap., adalah nama yang begitu melekat dalam sejarah Gereja Katolik di Kalimantan Barat. Ia bukan sekadar pemimpin spiritual, melainkan gembala sejati yang hidup dalam kesederhanaan, pelayanan, dan cinta yang tak bersyarat. Sosoknya adalah teladan tentang bagaimana kepemimpinan sejati berakar pada kasih.

Pada 30 September 2024, pukul 21.12 malam, kabar duka menyelimuti umat Katolik di Pontianak dan seluruh Kalimantan Barat: Mgr. Bumbun telah menghembuskan napas terakhirnya. Kabar ini datang tepat di hari peringatan Santo pelindungnya, Hieronymus. Sebuah kebetulan yang penuh makna.

Warisan Kasih Seorang Gembala Kalimantan Barat

Mgr. Bumbun lahir di Menawai Tekam pada 5 Agustus 1937. Ia ditahbiskan sebagai imam pada 27 Juli 1967 dan diangkat menjadi Uskup Agung Pontianak pada 26 Februari 1977, menggantikan Mgr. Herculanus Joannes Maria van der Burgt, OFM Cap. Dalam kurun waktu lebih dari tiga dekade kepemimpinannya, beliau menorehkan banyak warisan penting dalam perkembangan Gereja di wilayah ini.

Moto hidupnya yang terkenal, Amor non amatur yakni “cinta yang tidak dicintai”, bukanlah slogan kosong. Mgr. Bumbun benar-benar menghayati arti cinta yang memberi, tanpa berharap kembali. Dalam banyak kesempatan, beliau hadir dalam kehidupan umat bukan sebagai atasan, tetapi sebagai sahabat rohani, bapak yang peduli, dan guru yang rendah hati.

Tak hanya menjabat sebagai Uskup Agung Pontianak, beliau juga pernah menjadi Administrator Apostolik Keuskupan Sanggau (1982–1990). Kepemimpinannya dikenal konsisten, bijak, dan menyentuh sisi kemanusiaan yang paling dalam.

Mgr. Hieronymus Bumbun
Penulis bersama Mgr. Hieronymus Bumbun

Kehadiran yang Membekas di Jalan Pattimura

Bagi saya pribadi, mengenang Mgr. Bumbun adalah mengenang sosok yang hangat di Jalan Pattimura, Pontianak. Setiap kali saya berjumpa dengannya, selalu ada sapaan yang penuh ketulusan. Tak ada jarak. Tak ada kesan berkuasa. Yang ada adalah kebapaan yang teduh.

Senyumannya adalah doa yang diam. Ia senang mendengar cerita tentang umat, tentang anak-anak muda Katolik di pedalaman, tentang perkembangan iman di Sanggau dan daerah-daerah lain. Rasa ingin tahunya tidak pernah padam, bahkan di masa pensiunnya setelah 3 Juni 2014. Beliau tinggal di komunitas Ordo Kapusin, tetap memimpin misa, tetap hadir di tengah umat.

Di masa-masa itu, beliau telah pensiun secara administratif, tetapi tidak pernah pensiun dari kasih. Banyak imam muda, umat awam, bahkan masyarakat lintas iman merasakan kehadiran dan doa beliau sebagai kekuatan.

Kini jenazahnya disemayamkan di tempat keabadian, tempat beliau selama bertahun-tahun melayani sebagai gembala. Selama tiga hari sebelum dimakamkan, Misa Requiem digelar berturut-turut oleh para Uskup Kalimantan Barat: Mgr. Valentinus (Sanggau), Mgr. Samuel Sidin (Sintang), dan Mgr. Agustinus Agus (Pontianak).

“Amor Non Amatur”: Sebuah Warisan yang Tak Akan Padam

Jika hidup manusia adalah sebuah buku, maka Mgr. Hieronymus Bumbun telah menuliskan kisah yang layak dikenang sepanjang masa. Ia tidak menulisnya dengan pena, melainkan dengan tindakan, senyuman, ketulusan, dan pengorbanan yang membekas dalam ingatan banyak orang.

Moto Amor non amatur bukan hanya menjadi semboyan hidup, melainkan telah menjadi jalan hidupnya. Ia mencintai dalam diam, melayani dalam senyap, dan mendoakan dalam ketekunan. Sosoknya menjadi jawaban bagi dunia yang sedang kehilangan arah dalam kasih.

Kita kehilangan seorang uskup, tetapi sesungguhnya kita sedang merayakan seorang santo yang hidup di antara kita. Warisan spiritualnya akan terus menjadi pelita bagi Gereja Kalimantan Barat. Umat, imam, biarawan-biarawati, dan siapa saja yang pernah disentuh hidupnya akan membawa cerita-cerita kecil tentang cinta yang hidup—tentang Mgr. Bumbun.

Selamat jalan menuju keabadian, Mgr. Bumbun. Engkau telah menjalani tugasmu dengan baik. Upahmu kini menanti di surga. Tetapi warisanmu tetap tinggal di bumi, menyala dalam hati kami semua yang pernah engkau cintai.

Untung ada buku

Untung ada buku. Ia hadir bukan sekadar tumpukan halaman, melainkan ruang abadi yang merekam kisah seorang gembala besar—Mgr. Hieronymus Bumbun. Dari masa mudanya sebagai seorang pastor muda di pedalaman Kalimantan hingga menjabat sebagai Uskup Agung pertama Pontianak, kisah hidup beliau disusun rapi, tak tercecer oleh waktu. Buku menjadi saksi sunyi, penampung riwayat, dan penjaga warisan rohani yang tak ternilai.

Di tengah zaman yang kian tergesa dan mudah lupa, tulisan dalam buku itu adalah bentuk perlawanan terhadap pelupaan. Ia memanggil kembali kenangan tentang seorang gembala yang berjalan dari kampung ke kampung, menyapa umat, menyambung semangat, dan membangun Gereja bukan hanya sebagai bangunan fisik, tapi rumah batin bagi semua. Kepemimpinan Mgr. Bumbun melampaui struktur—ia menjadi teladan hidup yang memuliakan pelayanan, bukan jabatan.

Pelayanan beliau bukanlah narasi tentang kemudahan. Ia menempuh jalan yang panjang, melewati kesunyian, kesetiaan, dan pergulatan batin. Buku itu menyingkap sisi-sisi yang tak selalu terlihat di mimbar: doa-doa malam yang panjang, keputusan-keputusan berat, dan cinta yang tak pernah letih pada umatnya. Di sana, Bumbun bukan hanya uskup, ia manusia biasa yang menyerahkan segalanya bagi Tuhan dan sesama.

Kini, ketika tubuhnya telah berbaring dalam keheningan abadi, buku itu tetap bersuara. Ia melanjutkan misi yang tak selesai dalam hidup: menjadi pengingat, penuntun, dan penguat bagi generasi baru. Dalam lembar demi lembar, kita mendapati semangat seorang gembala yang tak pernah padam. Setiap paragraf menjadi undangan untuk merenung, meneladan, dan menyalakan kembali semangat pelayanan yang mungkin mulai redup.

Maka, tak berlebihan jika kita mengucap: syukur ada buku. Karena lewatnya, kisah Mgr. Bumbun tidak mati bersama jasadnya. Ia hidup, terus berjalan bersama kita, menuntun langkah dalam sunyi, mengingatkan bahwa pelayanan adalah jalan panjang yang tak pernah benar-benar usai. Buku itu bukan hanya tentang dia, tetapi tentang apa yang abadi dalam sebuah kehidupan yang dipersembahkan sepenuhnya. *)

0 Komentar

Type above and press Enter to search.