Apa Ketaatan Umat Katolik Terhadap Hirarki Gereja? Penjelasan dan Batasnya
![]() |
Ilustrasi para uskup bersama Paus. Gambar oleh AI |
Oleh Rangkaya Bada
Ketaatan merupakan salah satu nilai penting dalam kehidupan Gereja Katolik. Namun, ketaatan umat Katolik kepada para pemimpin Gereja baik Paus, para Uskup, maupun Imam bukanlah bentuk penyerahan diri secara membabi buta.
Dalam tradisi Katolik yang panjang dan
mendalam, ketaatan selalu dipahami sebagai tanggapan sadar dan bertanggung
jawab terhadap ajaran Gereja, terutama dalam hal iman dan moral.
Umat Katolik dipanggil untuk taat kepada
Magisterium, yaitu Wewenang Mengajar Gereja, dalam ajaran-ajaran yang berkaitan
dengan iman dan moral, bukan dalam seluruh aspek kehidupan pribadi, sosial,
atau politik.
Dengan kata lain, umat tidak diwajibkan
mengikuti pandangan para pemimpin Gereja dalam hal-hal yang berada di luar
ruang lingkup doktrin dan ajaran resmi.
Perinde Ac Cadaver: Tidak untuk Umat Biasa
Seringkali kita mendengar ungkapan dalam
bahasa Latin, perinde ac cadaver, yang secara harfiah berarti "taat
seperti mayat."
Ungkapan ini berasal dari St. Ignatius
Loyola, pendiri Serikat Yesus (Yesuit), yang digunakan dalam konteks latihan
rohani untuk menggambarkan kedisiplinan rohani yang sangat tinggi di dalam
tarekat tersebut. Namun, penting untuk dipahami: istilah ini tidak dimaksudkan
untuk umat Katolik pada umumnya, melainkan hanya untuk mereka yang memilih
hidup religius dengan kaul ketaatan tertentu.
Dalam kehidupan umat awam, Gereja tidak
pernah menuntut ketaatan yang mematikan nalar atau hati nurani. Sebaliknya,
Gereja mengajarkan bahwa hati nurani adalah tempat terdalam dan paling pribadi
di mana manusia berjumpa dengan Tuhan.
Katekismus Gereja Katolik menegaskan bahwa
setiap orang wajib mengikuti suara hati nurani yang benar dan dibentuk secara
baik.
Ketaatan yang Dewasa, bukan Membebek
Ketaatan umat Katolik bersifat dewasa dan
partisipatif, bukan pasif dan membebek. Gereja sendiri mendorong umat untuk
menggunakan akal budi yang diterangi oleh iman, serta berdiskresi dalam
menanggapi ajaran-ajaran yang disampaikan para pemimpinnya.
Ketika Magisterium berbicara mengenai
hal-hal fundamental seperti Kristologi, Ekaristi, moralitas, dan sakramen, umat
Katolik dipanggil untuk menerima dan menghidupi ajaran itu dalam terang iman.
Namun dalam urusan sosial-politik, preferensi
ekonomi, dan pilihan hidup pribadi, Gereja tidak memberikan perintah absolut.
Misalnya, ketika seorang uskup mengungkapkan pendapat politik tertentu, umat
tidak secara otomatis wajib setuju, apalagi menaatinya. Ketaatan dalam Gereja
adalah ketaatan yang diarahkan kepada kebenaran yang menyelamatkan, bukan
kepada opini atau pandangan pribadi seseorang, sekalipun ia pejabat Gereja.
Antara Hierarki dan Hati Nurani
Di sinilah letak keindahan iman Katolik:
antara hierarki dan hati nurani, keduanya tidak saling bertentangan, melainkan
saling melengkapi.
Hierarki Gereja membantu membimbing umat
agar tidak tersesat dalam relativisme moral dan kebingungan iman. Sementara
hati nurani yang dibentuk dengan baik menjadi benteng terakhir dalam
pengambilan keputusan moral pribadi.
Jika terjadi ketegangan antara suara hati
dan ajaran Gereja Katolik, umat didorong untuk mencari bimbingan, berdialog, dan terus
membentuk hati nurani dengan membaca Kitab Suci, mengikuti ajaran resmi, dan
berdoa.
Ketaatan tidak boleh dipisahkan dari cinta
kebenaran dan keinginan untuk hidup sesuai kehendak Allah.
Kesatuan dalam Iman, Kebebasan dalam Hati
Dengan demikian, umat Katolik sebagai pengikut Yesus dipanggil
untuk hidup dalam kesatuan iman, tanpa kehilangan kebebasan hati nurani.
Ketaatan kepada Hierarki Gereja bukanlah
perendahan martabat pribadi, melainkan ungkapan kerendahan hati yang sadar
bahwa kebenaran bukan hasil spekulasi pribadi, melainkan warisan iman yang
dijaga dan diwartakan oleh Gereja selama berabad-abad.
Maka jangan salah memahami ketaatan. Ini
bukan soal tunduk secara buta, melainkan kesetiaan yang lahir dari keyakinan
akan kebenaran Kristus yang hidup dalam Gereja.
Dalam hal iman dan pengajaran moral, umat
Katolik memang dipanggil untuk taat. Namun, di luar itu, setiap orang diberi
ruang untuk bertumbuh, berpikir, berdiskresi, dan bertindak sesuai dengan hati
nurani yang terang oleh rahmat.
0 Komentar