Katedral menurut Pejelasan Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo
Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo. Kredit gambar: kas.or.id |
Oleh Rev. Mikael Dou Lodo, S.T.L.
Kata katedral secara harfiah berarti kursi.
Dalam konteks Gereja Katolik, istilah ini mengacu pada kursi uskup, simbol
otoritas pengajaran dan kepemimpinan pastoral. Kursi ini hanya boleh diduduki
oleh uskup yang melayani di keuskupan tersebut.
Hal itu dijelaskan Ignatius Kardinal Suharyo, Uskup Agung
Jakarta, dalam sebuah wawancara yang telah disaksikan puluhan ribu orang
melalui media sosial.
Kunjungi https://www.facebook.com/reel/824058719055311
"Istilah 'katedral' berasal dari bahasa asing yang
berarti chair atau cathedra. Kursi itu melambangkan wewenang
mengajar dan memimpin jemaat. Hanya uskup yang boleh duduk di kursi itu,” ujar
Kardinal Suharyo.
Sejarah dan Gaya Arsitektur Gereja Katedral Jakarta
Gereja Katedral Jakarta didirikan pada tahun 1901 dan hingga
kini menjadi salah satu ikon arsitektur religius di Indonesia. Terletak tepat
di seberang Masjid Istiqlal, bangunan ini tidak hanya menjadi pusat peribadatan
umat Katolik Keuskupan Agung Jakarta, tetapi juga simbol keberagaman dan
toleransi di jantung ibu kota. Kehadirannya yang megah sekaligus damai
menjadikannya titik temu spiritual, sejarah, dan budaya.
Bangunan ini dikenal luas karena gaya arsitekturnya yang
khas: neo-gotik Eropa. Menara-menara menjulang, jendela kaca patri
berwarna-warni, dan lengkungan tinggi pada interiornya menciptakan suasana
sakral yang kuat. Gaya arsitektur ini lazim ditemukan di gereja-gereja besar di
Eropa, seperti di Prancis dan Jerman, namun sangat jarang diterapkan secara
utuh di kawasan Asia Tenggara—menjadikan Katedral Jakarta sangat istimewa.
Menurut Ignatius Kardinal Suharyo, dari 27 keuskupan
yang ada di Indonesia, masing-masing memang memiliki gereja katedral sebagai
pusat pastoral dan simbol otoritas uskup. Namun, yang membedakan Gereja
Katedral Jakarta adalah kesetiaannya pada gaya arsitektur neo-gothik secara
menyeluruh—mulai dari fasad luar hingga detail interiornya.
“Katedral Jakarta sangat unik karena merupakan satu-satunya
yang dibangun sepenuhnya dengan gaya arsitektur neo-gothik Eropa,” terang
Kardinal Suharyo, yang juga pernah menjabat sebagai Uskup Agung Koajutor
Jakarta. Dalam konteks Indonesia yang kaya budaya lokal, pilihan gaya
arsitektur ini mencerminkan pengaruh historis kolonial Eropa sekaligus
menunjukkan bagaimana kekayaan budaya global dan lokal bisa berdampingan dalam
harmoni.
Interior Gereja Katedral Keuskupan Agung Jakarta menampilkan
gaya arsitektur neo-gotik Eropa yang megah dan anggun. Lengkungan tinggi, kaca
patri berwarna-warni, serta altar utama yang artistik menciptakan suasana
sakral yang khas.
Penampakan interior Gereja Katedral Keuskupan Agung Jakarta. Foto: Kurris/Obor. |
Katedral-Katedral Lain di Indonesia: Adaptasi Budaya Lokal
Meski ada kesamaan gaya arsitektur pada beberapa gereja lain
seperti Katedral Bandung dan Katedral Bogor, namun keduanya tidak sepenuhnya
identik dengan Katedral Jakarta.
Sebaliknya, banyak gereja katedral di Indonesia—terutama di
daerah—menyesuaikan bentuk bangunan dengan budaya dan tradisi lokal. Salah
satunya adalah Gereja Katedral Sanggau di Kalimantan Barat.
“Gereja Katedral di Sanggau dibangun dengan mengintegrasikan
elemen-elemen budaya lokal. Desain dan dekorasinya mencerminkan identitas
masyarakat setempat,” jelas Kardinal Suharyo.
Perbedaan gaya ini, lanjutnya, disebabkan oleh beragam
faktor—seperti sejarah, konteks budaya, serta kondisi geografis dan sosial saat
gereja dibangun.
Katedral Simbol Keragaman Gereja Katolik Indonesia
Keanekaragaman arsitektur katedral di Indonesia mencerminkan
kekayaan budaya dan pendekatan pastoral yang kontekstual. Gereja Katolik tidak
hanya hadir secara spiritual, tetapi juga menghormati budaya lokal di mana
gereja itu berada.
“Gereja-gereja di wilayah yang lebih terpengaruh budaya
Eropa memang cenderung mengadopsi arsitektur bergaya Eropa. Tapi di daerah
lain, gereja lebih menyesuaikan diri agar lebih dekat dengan umat yang
dilayani,” imbuh Kardinal Suharyo.
Profil Singkat Ignatius Kardinal Suharyo
Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, lahir pada 9 Juli 1950,
adalah salah satu pemimpin penting Gereja Katolik Indonesia. Ia menjabat
sebagai Uskup Agung Jakarta sejak 29 Juni 2010, menggantikan Kardinal Julius
Darmaatmadja, S.J.
Sebelum menjabat sebagai uskup agung, Suharyo pernah menjadi
Uskup Agung Koajutor Jakarta, dan kini dikenal luas sebagai tokoh yang rendah
hati, lembut, dan dekat dengan umat.
Penulis adalah staf pengajar tenaga P-3-K di Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri, Pontianak.
0 Komentar