Yesus Disalibkan, Wafat, Dimakamkan, dan Bangkit adalah Fakta Sejarah Menguatkan Credo Kristen

 

Yesus disalibkan, wafat, bangkit, dan naik ke surga.
Yesus disalibkan, wafat, bangkit, dan naik ke surga adalah fakta sejarah yang dibuktikan di luar ayat Alkitab. Ist.

Oleh Dr. RD Laurentius Prasetyo

Iman Katolik, seperti halnya iman Kristen secara umum, memiliki dasar yang kuat pada fakta sejarah. 

Credo yang menjadi alas-dasar bagi inti dari kepercayaan Katolik bukan semata-mata dibangun atas dogma atau tradisi, melainkan pada peristiwa nyata yang terjadi dalam sejarah manusia. Fakta-fakta ini memberikan landasan obyektif bagi iman, sehingga tidak hanya bersifat spiritual atau abstrak, tetapi juga dapat ditelusuri secara kronologis dan historis.

Penyaliban Yesus historis

Salah satu inti dari iman ini adalah peristiwa Yesus Kristus: penyaliban, wafat, pemakaman, dan kebangkitan-Nya, diikuti kenaikan-Nya ke surga. Peristiwa-peristiwa tersebut bukan sekadar cerita religius, melainkan kejadian yang dapat dikonfirmasi melalui kesaksian banyak orang pada zaman itu. Fakta bahwa Yesus mati di kayu salib, kemudian dimakamkan, dan pada hari ketiga bangkit dari kematian merupakan titik pusat dari iman Kristen.

Kesaksian atas peristiwa-peristiwa tersebut datang dari banyak saksi mata, bukan hanya satu atau dua orang saja. Para murid, pengikut Yesus, dan orang-orang yang hidup sezaman dengan-Nya memberikan bukti nyata bahwa peristiwa ini benar-benar terjadi. Keaslian fakta sejarah ini diperkuat oleh keberanian mereka menghadapi penganiayaan dan risiko mati demi kesaksian mereka, menunjukkan bahwa mereka bukan sekadar berdusta atau mengada-ada cerita.

Salah satu contoh yang paling menegaskan keabsahan kebangkitan Yesus adalah pengalaman Thomas, yang awalnya meragukan kebangkitan tersebut. Keraguan Thomas ini, dan kemudian pengakuannya setelah melihat dan menyentuh luka Yesus, menjadi bukti bahwa kebangkitan itu memang terjadi dan dapat diverifikasi secara nyata. Dengan demikian, iman Katolik bukan hanya soal kepercayaan tanpa bukti, melainkan iman yang berpijak pada fakta sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pernyataan "Yesus disalibkan, wafat dan dimakamkan, dan pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati" merupakan inti dari keyakinan Kristen yang telah membentuk peradaban dunia selama ribuan tahun. Ini adalah bagian utama dari Apostles' Creed, rumusan iman tertua dalam agama Kristen. Sebagai fakta sejarah, pernyataan ini didukung oleh bukti kuat dari sumber Kristen, non-Kristen, dan analisis ilmiah modern. 

Dalam artikel ini, kita akan menelusuri bukti historis yang menguatkan peristiwa ini, dengan fokus pada argumen yang memperkokoh kebenarannya sebagai dasar credo umat Kristen mula-mula. Pendekatan ini mencakup kesaksian kuno, arkeologi, dan perspektif sarjana kontemporer untuk memberikan pemahaman yang mendalam dan meyakinkan.

Bukti Historis Penyaliban Yesus

Penyaliban Yesus di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, gubernur Yudea Romawi pada tahun 26-36 M, diterima secara luas sebagai fakta sejarah oleh mayoritas sarjana. Ini didasarkan pada prinsip historis seperti multiple attestation (kesaksian dari berbagai sumber independen) dan criterion of embarrassment (detail yang memalukan bagi pencerita, sehingga sulit untuk dibuat-buat).

Sumber Kristen utama meliputi empat Injil kanonik: Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes, yang ditulis antara 70-100 M. Dalam Markus 15:21-41, digambarkan secara rinci proses penyaliban, termasuk kegelapan yang menyelimuti bumi dan tirai Bait Allah yang robek. Paulus, dalam suratnya yang paling awal seperti 1 Korintus 15:3-8 (sekitar 55 M), menegaskan bahwa Kristus "mati karena dosa-dosa kita" melalui penyaliban.

Bukti dari sumber non-Kristen semakin memperkuat ini. Tacitus, sejarawan Romawi pada sekitar 116 M, dalam karyanya Annals, menyebutkan bahwa "Christus" dieksekusi di bawah Pilatus selama masa Kaisar Tiberius. Flavius Josephus, sejarawan Yahudi pada 93 M, dalam Antiquities of the Jews, mengonfirmasi bahwa Yesus disalibkan oleh Pilatus. Talmud Babilonia (Sanhedrin 43a) menyebut "Yeshu" yang digantung pada malam Paskah karena tuduhan "sihir dan memimpin Israel sesat". Lucian, penulis Yunani abad ke-2, menyindir umat Kristen yang menyembah seorang yang disalibkan.

Arkeologi juga mendukung praktik penyaliban Romawi. Pada 1968, ditemukan tulang Yehohanan ben Hagkol, korban penyaliban abad ke-1 di Yerusalem, dengan paku tertancap di tumit. Sarjana seperti Bart Ehrman menyatakan bahwa penyaliban Yesus adalah "fakta sejarah yang paling pasti" tentang hidup-Nya. Bukti ini menunjukkan bahwa peristiwa penyaliban bukan hanya narasi iman, melainkan catatan historis yang dapat diverifikasi dari berbagai perspektif. 

Kematian dan Penguburan Yesus

Kematian Yesus setelah penyaliban juga merupakan fakta historis yang kokoh. Metode penyaliban menyebabkan asfiksia, syok, dan kegagalan jantung, seperti yang dijelaskan dalam studi medis modern. Dalam Injil Yohanes 19:34, dicatat bahwa tombak menusuk sisi-Nya, mengeluarkan darah dan air, yang konsisten dengan efusi perikardial akibat trauma.

Penguburan oleh Yusuf dari Arimatea, seorang anggota Sanhedrin, disebutkan dalam semua Injil. Detail ini memenuhi criterion of embarrassment karena Yusuf adalah tokoh Yahudi berpengaruh, yang tidak mungkin dibuat-buat oleh umat Kristen awal. Josephus mengonfirmasi bahwa Romawi kadang mengizinkan penguburan korban penyaliban bagi orang Yahudi. Bukti arkeologis seperti kubur Yehohanan menunjukkan bahwa penguburan semacam itu memang terjadi pada masa itu. Sarjana seperti John A. T. Robinson menyebut penguburan ini sebagai salah satu fakta paling awal dan terbaik tentang Yesus. Penguburan ini bukan hanya ritual, melainkan langkah penting yang membuka jalan bagi bukti kebangkitan.

Kebangkitan Yesus: Argumen Historis yang Kuat

Bagian paling sentral dari pernyataan ini adalah kebangkitan Yesus pada hari ketiga. Sarjana seperti William Lane Craig menyajikan empat fakta historis yang diterima luas: penguburan, makam kosong, penampakan pasca-kematian, dan transformasi murid-murid. Gary Habermas menggunakan pendekatan "minimal facts" yang diterima oleh mayoritas sarjana, termasuk yang non-evangelis, untuk membuktikan kebangkitan sebagai penjelasan terbaik.

Makam kosong ditemukan oleh para perempuan pada hari Minggu pagi (Markus 16:1-8), detail yang memalukan karena kesaksian wanita dianggap kurang kredibel pada masa itu, sehingga mendukung keasliannya. Paulus dalam 1 Korintus 15:3-5 menyiratkan makam kosong melalui frasa "pada hari ketiga," yang selaras dengan tradisi awal. Respons Yahudi awal yang menuduh murid mencuri tubuh (Matius 28:13) justru mengonfirmasi bahwa makam memang kosong. Jacob Kremer mencatat bahwa sebagian besar eksegetes memegang teguh keandalan cerita makam kosong.

Penampakan Yesus kepada berbagai individu dan kelompok memperkuat bukti ini. Paulus mencantumkan daftar saksi mata dalam 1 Korintus 15:5-7, termasuk Petrus, keduabelas rasul, lebih dari 500 saudara, dan Yakobus. Injil independen seperti Lukas dan Yohanes mengonfirmasi penampakan kepada Petrus dan keduabelas. Transformasi Yakobus, saudara Yesus yang awalnya tidak percaya, menjadi pemimpin gereja dan martir, menunjukkan pengalaman kuat. N.T. Wright menekankan bahwa kebangkitan menjelaskan munculnya Kristen awal, karena Yahudi tidak memiliki konsep kebangkitan individu di tengah sejarah. Dalam konteks Yudaisme abad kedua, kebangkitan dipahami sebagai pembaharuan tubuh dan era baru, yang tepat menggambarkan klaim Kristen.

 Murid-murid awal percaya pada kebangkitan meskipun memiliki predisposisi sebaliknya. Yesus dieksekusi sebagai penjahat, yang menurut hukum Yahudi berarti dikutuk oleh Allah (Ulangan 21:23). Keyakinan Yahudi tentang akhir zaman tidak mengizinkan kebangkitan tunggal sebelum kebangkitan umum. Namun, mereka rela mati demi keyakinan ini, seperti yang dicatat Luke Johnson, menunjukkan pengalaman transformatif. Wright berargumen bahwa tanpa kebangkitan tubuh, Kristen tidak akan muncul sebagai gerakan mesianik yang unik, melainkan hilang seperti gerakan mesianik Yahudi lainnya.

Habermas menyatakan bahwa mayoritas sarjana menerima penampakan sebagai pengalaman nyata, dan kebangkitan adalah hipotesis terbaik yang memenuhi kriteria historis seperti ruang lingkup penjelasan, kekuatan, dan plausibilitas. Craig menambahkan bahwa hipotesis "Allah membangkitkan Yesus" melampaui semua alternatif, seperti yang terlihat dalam debat di mana teori saudara kembar tak dikenal diusulkan sebagai upaya putus asa. Bahkan teolog Yahudi Pinchas Lapide yakin bahwa bukti menunjukkan Allah membangkitkan Yesus. Bukti tambahan termasuk kain kafan yang tertinggal rapi (Yohanes 20:6-7), batu makam yang terguling, dan keyakinan rasul yang mengubah dunia.

Asal-Usul Credo Kristen Awal

Pernyataan ini adalah inti dari Apostles' Creed, yang berkembang dari simbol Romawi kuno pada abad ke-3-4 M. Digunakan untuk baptisan, credo ini menjawab pertanyaan seperti "Apakah kau percaya pada Yesus yang menderita di bawah Pontius Pilatus, disalibkan, mati, dan dikuburkan? Pada hari ketiga bangkit lagi?" Bentuk akhirnya muncul di Prancis pada abad ke-6-7 M dan diterima luas di Barat pada abad ke-12.

Credo lebih awal ditemukan dalam 1 Korintus 15:3-8, yang Paulus terima sekitar 35-40 M, hanya beberapa tahun setelah peristiwa: "Kristus mati... dikuburkan... dibangkitkan pada hari ketiga." Ini berasal dari pertemuan dengan Petrus dan Yakobus, menunjukkan keyakinan kebangkitan sebagai pusat iman Kristen mula-mula. Creed ini menegaskan inkarnasi dan kebangkitan fisik, melawan bidah seperti Gnostik.

Fakta Sejarah yang Menginspirasi Iman

Pernyataan ini memang credo Kristen awal, lahir dari pengalaman murid dan sumber awal seperti Paulus. Secara historis, penyaliban, kematian, penguburan, dan kebangkitan Yesus didukung kuat oleh kesaksian, arkeologi, dan analisis sarjana.

Kebangkitan, sebagai penjelasan terbaik untuk makam kosong, penampakan, dan transformasi murid, mengubah sekte kecil menjadi agama global. Ini bukan hanya iman, melainkan fakta yang menuntut pengakuan serius, menginspirasi miliaran orang hingga hari ini.

Iman Katolik, dan secara umum iman Kristen, dibangun di atas fakta sejarah yang dapat diverifikasi, bukan sekadar keyakinan atau dogma tanpa dasar. Kesaksian para saksi mata, dokumen-dokumen kuno, serta penelitian sejarah tentang kehidupan, penyaliban, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus memperkuat landasan iman ini. Intertekstualitas dengan sumber-sumber selain Alkitab, seperti catatan sejarah Romawi dan Yahudi, menunjukkan bahwa peristiwa penting dalam hidup Yesus benar-benar terjadi dalam konteks sejarah manusia. Dengan demikian, iman kepada Kristus bukanlah sekadar kepercayaan metaforis, melainkan kepercayaan yang berakar pada realitas historis yang dapat ditelusuri dan dipelajari.

Keyakinan ini juga menegaskan jaminan keselamatan bagi pengikut Kristus. Jalan yang diajarkan Yesus adalah “jalan kebenaran” yang membawa kepada kehidupan kekal di surga. Melalui iman dan ketaatan kepada ajaran-Nya, orang percaya diajak untuk mengikuti jejak-Nya, menghidupi kasih, keadilan, dan kerendahan hati, sehingga kehidupan mereka menjadi refleksi nyata dari keselamatan yang dijanjikan. Dengan kata lain, iman bukan hanya pengakuan intelektual, tetapi pengalaman hidup yang membawa pengikut-Nya lebih dekat kepada tujuan akhir yakni hidup kekal bersama Allah.

Yesus sendiri, dalam sejarah Gereja Katolik dan pengakuan Credo, disebut sebagai “buah sulung kebangkitan” (Kolose 1:18; 1 Korintus 15:20), yang mengalahkan maut dan membuka jalan bagi manusia untuk memperoleh hidup kekal. Kebangkitan-Nya bukan hanya kemenangan pribadi atas kematian, tetapi juga menjadi jaminan bahwa setiap pengikut-Nya akan mengalami kebangkitan dan kehidupan kekal. Fakta historis ini, yang juga menjadi inti dari iman Katolik, menegaskan bahwa keselamatan bukan sekadar janji kosong, tetapi realitas yang dapat diharapkan karena dasar dan saksi sejarah yang kuat.

0 Komentar

Type above and press Enter to search.