Orang Muda Dominikan: Mewartakan Hidup Santo Dominikus lewat Tari dan Drama
Orang Muda Dominikan: Mewartakan hidup Hidup Santo Dominikus Lewat Tari dan Drama. Ist. |
Oleh Bertnego Balarama
Pementasan Signadou di Pontianak bukan sekadar hiburan. Ia menjelma menjadi perjumpaan spiritual kaum muda Katolik Dominikan yang menyampaikan Injil melalui seni budaya: tarian, musik, dan drama.
Dalam suasana penuh haru, generasi muda dari berbagai daerah bersatu
dalam panggilan iman untuk menjadi terang bagi dunia.
Pentas ini menjadi bagian dari kegiatan formasi kaum
muda Dominikan, yang tidak hanya mengedepankan talenta artistik, tetapi juga
mendalamkan refleksi iman, nilai komunitas, dan warisan spiritual dari Santo
Dominikus, sang pendiri Ordo Pewarta.
Seni sebagai Jalan Pewartaan Injil
Pertunjukan ini tidak lahir dari ruang kosong. Sejak
awal, para peserta menyadari bahwa panggung Signadou adalah tempat
pewartaan yang hidup. Proses persiapan tidak hanya berisi latihan fisik, tapi
juga penggalian identitas sebagai kaum muda Dominikan: mereka yang terpanggil
untuk mewartakan kebenaran dengan belarasa.
Figur Santo Dominikus menjadi inspirasi utama. Ia
tidak dikenal sebagai pengkhotbah megah, tetapi sebagai pribadi yang berjalan
dari desa ke desa, mewartakan firman dalam kesederhanaan dan cinta kasih.
Semangat inilah yang ditransformasikan dalam bentuk seni pertunjukan
inkulturatif, yang menyentuh banyak hati.
Cahaya Kristus dalam Setiap Gerak dan Irama
Tema utama dalam pementasan ini adalah cahaya
Kristus—terang yang diterima, dibawa, dan dibagikan. Melalui gerakan tari
yang selaras, lagu-lagu tradisional yang sarat makna, dan kisah-kisah penuh
nilai Injili, anak-anak muda ini menyampaikan pesan harapan yang mendalam.
Kegembiraan dan harapan, gaudium et spes : anak-anak muda wajib menampakkan wajah Gereja yang demikian itu lewat kreasi seni dan drama.Ist. |
Dari Panggung Menuju Kehidupan: Misi Kaum Muda
Signadou tidak berakhir di panggung. Ia menyalakan
misi baru dalam hati setiap peserta. Seperti benih yang ditabur Santo
Dominikus, mereka kini membawa pulang semangat untuk mewartakan terang Kristus
dalam lingkungan masing-masing: di sekolah, paroki, dan komunitas.
Perbedaan latar belakang dan dinamika kelompok selama persiapan justru memperkuat rasa persaudaraan. Seperti keluarga Dominikan sejati, mereka belajar untuk saling mendengarkan, mengampuni, dan mendukung. Ini bukan hanya tentang tampil bersama, tetapi bertumbuh sebagai komunitas iman yang hidup.
Penulis adalah sorang penghayat dan anggota komunitas Hidup Santo Dominikus.
0 Komentar